Rapat dan Sosialisasi Fatma MUI Lombok Barat Tentang Virus Corona

 


Desaeyatmayang.-Bertempat di Aula Kantor Desa Eyat Mayang, Pemdes Eyat Mayang mengadakan Sosialisasi Fatma MUI Kabupaten Lombok Barat (16/4/2020), Yang dihadiri Bapak Dr.Nafsin Khoridin, Bapak Camat Lembar, Danposramil Lembar, Kapolsek Lembar, Babinsa , Bhabimkamtibmas, Penghulu Desa, Pekasih, Kepala Dusun, BPD, Penghulu Dusun dan Tokoh Agama lainnya.

Dalam Pemamparan Bapak MUI Kabupaten Lombok Barat, Bahwa Virus Corona menyebar di lebih 115 negara. Sudah dinyatakan sebagai pandemi global. Seluruh dunia panik dengan penyebarannya. Mudah menyebar dan menular. Sulit terdeteksi. Korban yang terkontaminasi tidak menyadari dan tidak nampak tanda-tandanya.

Di Lombok Barat, sudah ada 6 positif Corona dan 2 nya meninggal dunia. Pertanggal 13 April 2020 dab Diperkirakan akan terus bertambah jumlahnya. Dari sini, ahli kesehatan menyepakati bahwa wabah ini benar-benar sangat membahayakan.  

Penyebaran virus ini akan semakin cepat jika penderita covid 19 atau pengidap (pembawa virus) ada di tengah kerumunan orang banyak, seperti dalam shalat Jamaah dan Jum’at. Biasanya, orang yang tertular dan menderita covid 19 akan semakin bertambah.

Jawaban dalam Pertanyaan Bapak Mantan Pjs. Kepala Desa Persiapan Eyat Mayang Sdr.Moh. Syukri

Bapak TGH menjawab "Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

ู…َู†ْ ุฃَูƒَู„َ ุซُูˆู…ًุง ุฃَูˆْ ุจَุตَู„ًุง ูَู„ْูŠَุนْุชَุฒِู„ْู†َุง ุฃَูˆْ ู„ِูŠَุนْุชَุฒِู„ْ ู…َุณْุฌِุฏَู†َุง ูˆَู„ْูŠَู‚ْุนُุฏْ ูِูŠ ุจَูŠْุชِู‡ِ

"Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah ia menjauhi kami atau menjauhi masjid kami; dan silahkan dia berada di rumahnya saja." (HR. Al-Bukhari)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: firra minal majdzรปmi firaraka minal asad. “Hendaklah kamu lari”–maksudnya menghindar–“dari orang yang terjangkit penyakit kusta, sama halnya kamu harus lari dari singa”. Dekat-dekat dengan orang yang mengidap penyakit kusta, sama dengan orang yang dekat dengan singa. Artinya dalam kondisi bahaya. Ini kan harus mawas diri namanya.   Ini artinya bahwa ajaran tawakal dan ajaran waspada harus berjalan seiring. Dalam waktu yang sama kita tawakal, dan dalam waktu yang sama pula kita harus mawas diri dan harus waspada. Artinya tidak ada pertentangan antara ajaran tawakal dan ajaran waspada dan mawas diri. Harus sama-sama dilakukan.   Ada dua hadits yang sekilas terlihat bertentangan: “firra minal majdzรปmi firaraka minal asad” dan “laa ‘adwa walaa tiyarata”. Bagaimana menurut kiai?   Memang ada hadits yang secara dhahir bertentangan. Satu hadits mengatakan seperti yang saya sampaikan tadi itu: “firra minal majdzรปmi firaraka minal asad”. Hendaklah kamu menghindar dari orang yang terjangkit penyakit kusta, sebagaimana kamu harus menghindar daripada singa. Hadits yang satu mengatakan: “lรข ‘adwa walรข tiyrata”. Hadits ini mengatakan bahwa yang namanya menular itu tidak ada. Sementara hadits pertama kan mengesankan penularan itu ada. Hadits yang kedua tegas mengatakan lรข ‘adwa, yakni penularan tidak ada. Kan bertentangan, itu. Ini yang dalam ilmu hadits disebut dengan ilmu mukhtalifil hadits. Yang pertama-tama membuat istilah ini dan konsepnya sekalian adalah Imam Syafi’i radliyallahu ‘anh. Yaitu ada dua hadits yang tampaknya bertentangan.   Menghadapi hal yang seperti ini, pertama-tama yang harus dilakukan adalah melakukan al-jam’u, melakukan kompromi. Hal yang seperti ini mengajarkan kepada kita bahwa tak mungkin kita memahami satu hadits, tanpa dikaitkan dengan hadits yang lain. Kita tidak akan memahami hadits “firra minal majdzรปmi..,” kalau tanpa dikaitkan dengan hadits “laa ‘adwa…”. Sebaliknya, kita tidak akan memahami apa arti daripada “laa ‘adwa…” kalau tanpa dikaitkan dengan “firra minal majdzรปmi..”. Ini artinya bahwa, penularan itu tidak ada dengan tabiatnya sendiri. Tidak ada sesuatu yang menular dengan tabiatnya sendiri. Sebaliknya: penularan itu ada dengan kehendak Allah SWT. Kehendak Allah SWT terkait dengan penularan ini akan terjadi jika dikaitkan dengan salah satu sebab. Salah satu sebab yang menyebabkan penularan adalah “mukhalathathus shahiihi lil mariidli,” yakni berkumpulnya orang sehat dengan orang yang sakit. Berkumpulnya orang sehat dengan orang yang terjangkit penyakit kusta.   Jadi kalau dua hadits ini dimaknai, bahwa pada hakikatnya penularan itu tidak ada, terkecuali kalau dikehendaki oleh Allah SWT, melalui sebab-sebab yang Allah SWT sendiri ciptakan.

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/118231/penjelasan-soal-larangan-shalat-jumat-dan-berjamaah-saat-wabah-covid-19

0 Post a Comment:

Hak Cipta © Imran Rosidi |. Diberdayakan oleh Blogger.